SURABAYA – Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Airlangga (UNAIR) kembali mengadakan webinar yang dikemas dalam Tanya Apa Saja Tentang Ilmu Pendidikan Kedokteran (TASTIDIKDOK) ke-15 pada Selasa (19/7/2022). Kegiatan kali ini mengangkat tema Brain Friendly Learning bersama Dr Hermanto Tri Joewono dr Sp OG(K).
Kegiatan diawali dengan pengenalan tentang Brain Friendly Learning, yang dapat dapat dipahami sebagai kerja otak dalam hal pembelajaran dan pendidikan. Kemudian, dilanjutkan dengan tujuh hal yang menjadikan tema ini penting untuk digali lebih dalam.
Pertama, kapasitas otak manusia tidak terbatas. Menurut Hermanto, otak manusia memiliki kapasitas memori yang tidak terbatas selama individu dapat memanfaatkannya dengan baik. Kedua, setiap otak adalah unik. Hal ini lantaran setiap individu memiliki genetik dan pengalaman yang variatif sehingga setiap otak memiliki karakteristik yang tidak sama.
Menurut Hermanto, kerja otak ini sama halnya dengan cara belajar dan menyerap ilmu tiap orang yang berbeda. “Mestinya metode pengajaran pada setiap orang itu berbeda-beda. Saya mengusulkan adanya adaptif personalized curriculum. Jadi kurikulum itu tidak hanya satu metode untuk semua jenis mahasiswa, ” ujarnya kepada peserta.
Baca juga:
Mas Dhito Hidupkan Kembali Kampung Tangguh
|
Ketiga, visualisasi. Hermanto menuturkan bahwa ada korelasi antara sensori dan motorik dalam tubuh yang saling berkaitan. Keempat, burnout atau kondisi stress dan kelelahan, baik secara fisik maupun mental, salah satunya dalam hal pekerjaan.
Menurut Hermanto, burnout turut mempengaruhi kinerja dalam bekerja yang menjadi tidak maksimal. “Kalau terlalu lama bekerja akan menimbulkan dampak kurang baik. Termasuk dalam hal ketika mengambil keputusan, dan apabila keputusan tersebut dijalankan akan turut membahayakan pasien, ” katanya.
Kelima, menjadi momok. Hermanto mengatakan, otak juga dapat mereproduksi emosi yang penting dalam hal pembelajaran. Adanya bagian otak yang disebut amigdala akan bekerja atau bertindak reflek ketika diri dalam keadaan terancam. Keenam, pengaruh negatif feedback. Menurutnya, feedback tidak selalu positif namun setiap dari feedback negatif akan dirupakan positif.
Ketujuh, active participation, yakni digambarkan dalam hal belajar mengajar di kelas yang mana peserta harus lebih aktif daripada dosen. Peserta yang harus lebih aktif menggali materi dan menginstruksikannya sendiri agar semakin paham. “Peran dosen hanya membantu saja. Bukan yang mengisi gelas kosong atau memindahkan isi dari buku ke otak peserta atau mahasiswa, ” ucap Hermanto.
Terakhir, ia menyelipkan pesan agar peserta mengurangi kegiatan yang bertentangan dengan cara otak bekerja. Seperti satu metode belajar untuk semua mahasiswa, passive participatory, bullying, burnout, dan negative feedback. (*)
Penulis: Septiana Wulandari
Editor: Binti Q. Masruroh